Kamis, Juli 15, 2010

Sejarah HMI


Sejarah HMI :
Sejarah Perjuangan Kaum Intelegensia Muslim Indonesia*)


HMI merupakan produk sejarah yang tak terhindarkan dari dua peristiwa penting sejarah (umat) Islam di bumi nusantara, yakni sejarah permulaan Islam masuk di bumi nusantara dan sejarah kebangkitan muslim nusantara (yang dipimpin kaum intelegensia) untuk membebaskan bumi nusantara dari penjajah kolonial Belanda. Pemaknaan yang seperti ini bukanlah sesuatu yang mengada-ada karena semangat Islam masuk ke bumi nusantara yakni syiar Islam, dan semangat kaum intelegensia muslim awal abad ke-20 untuk memerdekakan Indonesia tercermin dalam dua tujuan awal berdirinya HMI pada 5 Februari 1947 bertepatan dengan 14 Rabiul Awal 1366 H, yaitu (1) mempertahankan Negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia, dan (2) menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam.

Agama Islam tidak begitu saja menyerap nurani suatu kebangsaan secara pasif. Agama ini menjadi pengadaan saluran dini dari perkembangan nasionalisme yang matang, nasionalisme modern, suatu saluran yang sampai sekarang masih sangat penting.

Yudi Latif dalam Genealogi Intelegensia Muslim Indonesia Abad ke-20 menggambarkan bahwa lahirnya Republik Indonesia tidak terlepas dari terbentuknya suatu ’blok historis’ yang disebutnya kaum intelegensia muslim. Kaum intelegensia muslim inilah yang karena kesadaran atas ketertinggalan dan penderitaan rakyat Hindia Belanda ketika itu bertekad dan berjuang memerdekakan Hindia Belanda dan berhasil mendirikan Negara Republik Indonesia.

Dalam perjalanannya, HMI memiliki fase kesejarahannya sendiri dalam interaksinya dengan umat dan bangsa. Prof. Dr. H. Agussalim Sitompul, sejarawan HMI, membagi kesejarahan HMI dalam lima zaman perjalanan HMI dan 10 fase perjuangan, yakni, pertama, zaman perang kemerdekaan dan masa kemerdekaan (1946-1949) yang dibagi dalam fase konsolidasi spiritual dan proses berdirinya HMI (November 1946-5 Februari 1947), fase berdiri dan pengokohan (5 Februari-30 November 1947), dan fase perjuangan bersenjata dan perang kemerdekaan, dan menghadapi pengkhianatan dan pemberontakan PKI I (1947-1949). Kedua, zaman liberal (1950-1959). Pada masa ini HMI sibuk membina dan membangun dirinya sehingga menjadi organisasi yang solid dan tumbuh membesar. Bulan Juli 1951 PB HMI dipindahkan dari Yogyakarta ke Jakarta. Ketiga, zaman organisasi terpimpin atau zaman Orde Lama (1950-1965). Zaman ini dibagi dua fase, yakni fase pembinaan dan pengembangan organisasi (1950-1963), dan fase tantangan I (1964-1965). Pada fase tantangan I, HMI menghadapi upaya pembubaran oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dihadapi HMI dengan strategi PKI (Pengamanan, Konsolidasi, dan Integrasi). Pada masa ini juga Ketua HMI, Mar’ie Muhammad pada 25 Oktober 1965 berinisiatif mendirikan KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia). Keempat, zaman Orde Baru (1966-1998). Zaman ini dibagi ke dalam fase kebangkitan HMI sebagai pejuang Orde Baru dan pelopor kebangkitan angkatan 66 (1966-1968), fase partisipasi HMI dalam pembangunan (1969-sekarang), dan fase pergolakan dan pembaruan pemikiran (1970-1998) yang ”gong”-nya dilakukan Nurcholish Madjid (Ketua Umum PB HMI ketika itu) dengan menyampaikan pidatonya dengan topik ”Keharusan Pembaruan Pemikiran dalam Islam dan Masalah Integrasi Umat” tahun 1970 di Taman Ismail Marzuki. Kelima, zaman reformasi (1998 – sekarang). Zaman ini dibagi dalam fase reformasi (1998-2000) dan fase tantangan II (2000-sekarang). Dalam fase tantangan II HMI dituntut dapat terus eksis meskipun alumninya banyak tertimpa musibah dan HMI digerogoti berbagai macam permasalahan termasuk konflik internal yang ditingkat PB HMI sempat menimbulkan dua kali dualisme kepemimpinan.
Dalam mengenali kesejarahan HMI misalkan juga ditampilkan dalam pendekatan ‘gelombang’ atau karakteristik utama dari tahun-tahun kesejarahan HMI. Dalam perspektif kesejarahan ini, tahun 1947-1960an merupakan era ‘gelombang heroisme’ yang ditandai dengan keseluruhan gerak HMI yang diabdikan ke dalam perjuangan untuk mempertahankan eksistensi negara sekaligus eksistensi HMI dari segala hal yang berupaya menggugat dan menghancurkannya. Pada masa ini, HMI dihadapkan pada upaya pendudukan kembali penjajah Belanda, perpecahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan penyebaran faham komunisme oleh Partai Komunis Indonesia. Gelombang berikutnya adalah intelektualisme. Gelombang ini dihasrati oleh gairah mewujudkan kontribusi HMI, ber-itjihad, atas kemandekan berpikir dalam tradisi Islam di Indonesia. Gelombang ini mulai muncul tahun 1960-an akhir hingga tahun 1980-an dan memunculkan gelombang pembaruan pemikiran Islam yang sangat menonjol dengan icon utamanya Nurcholish Madjid (alm).
HMI telah mengakumulasi fakta-fakta sosial dan pengetahuan dalam dirinya selama 60 tahun. Fakta-fakta sosial dan pengetahuan tersebut –-dalam perspektif arkeologi pengetahuan Michel Foucault— membentuk suatu sistem pengetahuan tersendiri melalui proses diskursif yang rumit dimana terdapat proses seleksi, distribusi, dan sirkulasi wacana di dalamnya. Dalam proses diskursif tersebut terdapat fakta-fakta sosial dan pengetahuan yang dapat terus eksis, bahkan muncul sebagai “pemenang” dan menjadi ‘arus utama’ namun juga ada fakta-fakta sosial dan pengetahuan yang jadi “pecundang” dan terpinggirkan. Oleh karena itu, dalam wacana keagamaan di HMI misalnya, berkembang beragam wacana. Namun proses diskursif nampaknya memenangkan wacana keagamaan yang berwatak modern-moderat-inklusif dan wacana keagamaan lain seperti yang tradisional-radikal-eksklusif menjadi pecundang. Proses diskursif juga nampaknya kini telah memenangkan kerangka berpikir political oriented dan menyisihkan kerangka berpikir berorientasi keilmuan dan profesi. Kemudian, dalam political oriented, yang dominan bukan yang mengedepankan pengaruh atau politik kebudayaan melainkan yang mengedepankan jabatan politik atau politik struktural.

MISSION

KUALITAS INSAN CITA HMI
Kualitas insan cita HMI adalah merupakan dunia cita yakni ideal yang terwujud oleh HMI di dalam pribadi seorang manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan serta mampu melaksanakan tugas kerja kemanusiaan. Kualitas tersebut sebagai mana dirumuskan dalam pasal tujuan (pasal 5 AD HMI) adalah sebagai berikut:
1. Kualitas Insan Akademis
• Berpendidikan tinggi, berpengetahuan luas, berfikir rasional, obyektif, dan kritis.
• Memiliki kemampuan teoritis, mampu memformulasikan apa yang diketahui dan dirahasiakan. Dia selalu berlaku dan menghadapi suasana sekelilingnya dengan kesadaran.
• Sanggup berdiri sendiri dengan lapangan ilmu pengetahuan sesuai dengan ilmu yang dipilihnya, baik secara teoritis maupuan teknis dan sanggup bekerja secara ilmiah yaitu secara bertahap, teratur, mengarah pada tujuan sesuai dengan prinsip-prinsip perkembangan.
2. Kualitas Insan Pencipta;
• Sanggup melihat kemungkinan-kemungkinan lain yang lebih dari sekedar yang ada, dan bergairah besar untuk menciptakan bentuk-bentuk baru yang lebih baik dan bersikap dengan bertolak dari apa yang ada (yaitu Allah). Berjiwa penuh dengan gagasan-gagasan kemajuan, selalu mencari perbaikan dan pembaharuan.
• Bersifat independen dan terbuka, tidak isolatif, insan yang menyadari dengan sikap demikian potensi, kreatifnya dapat berkembang dan menemukan bentuk yang indah-indah.
• Dengan ditopang kemampuan akademisnya dia mampu melaksanakan kerja kemanusiaan yang disemangati ajaran Islam.
3. Kualitas Insan Pengabdi;
• Ikhlas dan sanggup berkarya demi kepentingan orang banyak atau untuk sesama umat.
• Sadar membawa tugas insan pengabdi bukanya hanya membuat dirinya baik, tetapi juga membuat kondisi sekelilingnya menjadi baik.
• Insan akademis, pencipta dan pengabdi adalah yang pasrah cita-citanya yang ikhlas mengamalkan ilmunya untuk kepentingan sesamanya.
4. Kualitas Insan yang bernafaskan Islam
• Islam yang telah menjiwai dan memberi pedoman pola pikir dan pola lakunya tanpa memakai merk Islam. Islam akan menjadi pedoman dalam berkarya dan mencipta sejalan dengan mission Islam. Dengan demikian Islam telah menafasi dan menjiwai karyanya.
• Ajaran Islam telah berhasil membentuk "unity of personality" dalam dirinya. Nafas Islam telah membentuk pribadinya yang utuh tercegah dari split personality tidak pernah ada dilema antara dirinya sebagai warga negara dan dirinya sebagai muslim insan ini telah meng-integrasi-kan masalah suksesnya dalam pembangunan Nasional bangsa ke dalam suksesnya perjuangan umat Islam Indonesia dan sebaliknya.

5. Kualitas insan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT :
• Insan akademis, Pencipta dan Pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.
• Berwatak, sanggup memikul akibat-akibat yang dari perbuatannya sadar bahwa menempuh jalan yang benar diperlukan adanya keberanian moral.
• Spontan dalam menghadapi tugas, responsif dalam menghadapi persoalan-persoalan dan jauh dari sikap apatis.
• Rasa tanggung jawab taqwa kepada Allah SWT, yang menggugah untuk mengambil peran aktif dalam suatu bidang dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT.
• Korektif terhadap setiap langkah yang berlawanan dengan usaha mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
• Percaya pada diri sendiri dan sadar akan kedudukannya sebagai "khalifah fil ardhi" yang harus melaksanakan tugas-tugas kemanusiaan.

Pada pokoknya insan cita HMI merupakan "Man of future" insan pelopor yaitu insan yang berfikiran luas dan berpandangan jauh, bersifat terbuka, terampil atau ahli dalam bidangnya, dia sadar apa yang menjadi cita-citanya dan tahu bagaimana mencari ilmu perjuangan untuk secara operatif bekerja sesuai yang dicita-citakan.
Ideal type dari hasil perkaderan HMI adalah "Man of inovator" (duta-duta pembaharu). Penyuara "Idea of progress" insan yang berkepribadian imbang dan padu, kritis, dinamis, adil dan jujur tidak takabur dan bertaqwa kepada Allah SWT. Mereka itu manusia-manusia yang beriman berilmu dan mampu beramal soleh dalam kualitas yang maksimal (insan kamil).
Dari lima kualitas lima insan cita tersebut pada dasarnya harus dipahami dalam tiga kualitas insan Cita yaitu kualitas Insan akademis, kualitas insan pencipta dan kualitas insan pengabdi. Ketiga kualitas insan pengabdi tersebut merupakan insan Islam yang terefleksikan dalam sikap senantiasa bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adi dan makmur yang diridhoi Allah SWT.

Lambang HMI adalah sebagai berikut :
1. Bentuk huruf alif :
- Sebagai huruf hidup, lambang optimis kehidupan HMI
- Huruf alif merupakan angka 1 (satu) lambang,
dasar/semangat HMI
2. Bentuk perisai :
Lambang kepeloporan HMI
3. Bentuk jantung :
Jantung adalah pusat kehidupan manusia, lambang proses
perkaderan HMI
4. Bentuk pena :
Melambangkan bahwa HMI adalah organisasi mahasiswa yang
senantiasa haus akan ilmu pengetahuan
5. Gambar bulan bintang :
Lambang keimanan seluruh umat Islam di dunia
6. Warna hijau :
Lambang keimanan dan kemakmuran
7. Warna hitam :
Lambang ilmu pengetahuan
8. Keseimbangan warna hijau dan hitam :
Lambang keseimbangan, esensi kepribadian HMI
9. Warna putih :
Lambang kesucian dan kemurnian perjuangan HMI
10. Puncak tiga :
- Lambang Iman, Islam dan Ikhsan
- Lambang Iman, Ilmu dan Amal
11. Tulisan HMI :
Kepanjangan dari Himpunan Mahasiswa Islam

Bahan Bacaan :
Bahan bacaan adalah bahan yang diberikan kepada peserta yang isinya materi
atau studi kasus atau hal lain yang dapat didiskusikan berkaitan dengan materi.


CONTOH STUDI KASUS
MATERI KONSTITUSI HMI

Si Petak mahasiswa yang rajin kuliah sehingga gak sempet mikirin buat berorganisasi intra apalagi ekstra. Tak terasa Petak telah mulai menyusun skripsi, ternyata waktu menyusun skripsi banyak godaannya, abis kalo gak garap skripsi dia hanya bisa ngelamun, beda dengan temannya, Si Epri yang aktivis organisasi, gak hanya intra, ekstra juga dia aktif, jadi otomatis gak ada waktu luang buat ngelamun, cewek aja gak sempet kepikiran kok. Akhirnya Si Petak nanyain ama Epri apa aja sih kok kayaknya gak pernah gak ada aktifitas, kayak asyik banget dech. Epri yang aktifis ini cuap-cuap lah mengenai keuntungan berorganisasi ampe-ampe Petak terbengong-bengong. Rupanya Epri itu aktifis HMI dan pernah berkeliling Indonesia gratis gara-gara aktifitasnya itu. Tentu aja Petak jadi kepengen kayak si Epri (padahal mah banyak busanya).
Epri menyarankan agar Petak ikut Maperca. Seminggu kemudian kebetulan ada Maperca HMI, maka Petak pun ikut. Sebulan setelah ikut Maperca Petak sidang skripsi dan lulus, selanjutnya wisuda. Karena tertarik dengan aktivitas di HMI ketika ada LK I (dua bulan setelah wisuda), Petak pun ikut LK I dan akhirnya menjadi anggota biasa HMI. Perjalanan karirnya cukup pesat, maklum udah sarjana, ketika ada RAK ia pun terpilih menjadi ketua umum komisariat.
Kampus atau bahasanya urusan PTKP-lah. Dalam pertemuan internal komisariat-komisariat yang ada di lingkungan kampus tersebut, disepakati bahwa HMI tidak akan memunculkan kadernya sebagai Top Leader di kampus, dan akan memberikan sanksi pada kader yang memaksakan diri. Namun pada perjalanannya, Deden anggota komisariatnya Petak yang kebetulan dia juga menjabat sebagai Ketua bidang PPD HMI cabang, memaksakan diri mencalonkan menjadi Presiden BEM dan berhasil menduduki posisi itu. Tentu saja kondisi ini membuat heboh komisariat-komisariat yang ada di kampus tersebut. Akhirnya akibat dari kesepakatan yang telah dibuat, Petak memberikan sanksi pada Deden dengan mengusulkan pencabutan status keanggotaan kepada cabang dengan dasar telah melanggar ketentuan HMI yang dituangkan pada kesepakatan antar komisariat.
Pada saat bersamaan komisariat E di kampus yang berbasis keagamaan di cabang tersebut juga ada yang mengusulkan pemecatan anggotanya, Neneng yang dianggap telah mencemarkan nama baik HMI, karena dia ditenggarai telah menggelapkan uang BEM Fakultas dimana ia menjadi gubernurnya, namun pada proses internal kampus hal itu tidak dapat dibuktikan.
Akhirnya kasus-kasus pengusulan komisariat dibahas pada pleno cabang yang kebetulan dilaksanakan tak jauh dari situ. Menyikapi kasus tersebut, cabang menolak pemecatan Deden yang kebetulan kabid cabang, dengan alasan kesepakatan komisariat salah, karena tidak mendorong kehidupan kampus yang baik, dan kesepakatan itu bukan merupakan suatu aturan di HMI, sedangkan untuk kasus Neneng, cabang melakukan pemecatan.
Selesai pleno tak menyelesaikan kemelut di komisariatnya Petak, komisariat Petak berketetapan untuk tidak mengakui Deden sebagai anggotanya, Deden pun melakukan intrik dengan menggunakan institusi cabang untuk memecat Shinta, sekretaris umum Petak yang pernah menolak cinta Deden, dengan alasan tidak menjalankan kewajiban sebagai anggota HMI yaitu berpartisipasi dalam kegiatan HMI, karena kebetulan yang bersangkutan sejak dilantik jadi sekum melakukan penelitian di luar kota dan belum kembali. Akhirnya cabang mencabut keanggotaan Shinta dalam rapat harian.
Untuk melegalisasi keputusan cabang, maka dalam konferensi cabang ada beberapa bagian dalam ART HMI yang diubah. Konflik makin meruncing, Petak yang pada dasarnya bukan mahasiswa aktifis, tidak kuat menanggulangi masalah tersebut, dan memilih untuk bekerja dan kebetulan keterima sebagai PNS. Melihat itu cabang melakukan pemecatan terhadap Petak dengan alasan rangkap jabatan. Petak gak terima, ia banding ke konferensi tahun berikutnya, dan karena kekuatan politik dia lemah semenjak ia tidak lagi menjadi ketua umum komisariat, maka konferensi mengukuhkan pemecatan Petak. Tidak terima dengan keputusan konferensi, Petak pun banding ke kongres, dan sampai sekarang masalah ini terkatung-katung, karena menunggu keputusan di kongres XXxxxx.


Cerita di atas murni fiktif, hanya sekedar buat studi kasus,
diskusi dengan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mengcover masalah
keanggotaan dan struktur organisasi,
1. Bisakah Petak ikut LK I ?
2. Apakah kesepakatan antar komisariat bisa menjadi dasar hukum yang kuat?
3. Tepatkah keputusan cabang untuk memecat Neneng, Shinta, dan Petak ?
4. Tepatkah cabang untuk tidak memecat Deden ?
5. Bisakah konferensi mengubah ARTHMI ?

:: Berbagai Sumber''

0 komentar:

Posting Komentar

Kasiiiih koment yang membangun yaaah....biar tetep semangat nulisnya...hehehe...tp insya allah kita terima apapun juga yang penting Kalian isi buku tamu okay !!!